Rabu, 17 November 2010

Anak Jalanan Saudara Kita

            Kisah di balik cerita kemewahan kota Jakarta,dan banyak sisi lain dari semua itu. Saya mencoba menguak “Kisah anak jalanan di pinggiran kota Jakarta”. Kerasnya kota Jakarta adalah latar belakang semua itu. Persaingan yang keras demi berlangsungnya kehidupan banyak menyebabkan orang melakukan apa saja demi berlangsungnya kehidupan. Segala carapun di lakukan,dengan cara yang halal maupun tidak halal. Mereka yang punya pendidikan baik,mampu bersaing secara terbuka dengan masyarakat lainnya,tetapi untuk mereka yang tidak memiliki pendidikan yang baik menyebabkan mereka melakukan semua hal. Efek dari semua itu adalah banyak masyarakat yang menggantukan hidupnya di jalan. Salah satunya adalah anak-anak jalanan yang bertahan hidup dengan bergantung kepada mereka yang melintas di jalanan ibukota. Anak jalanan pada umumnya bukan kemauan dia sendiri melainkan,keterbatasan ekonomi keluarganya yang membuat dia terpaksa hidup dijalanan. Tidak sedikit anak jalanan yang mampu bersaing dengan anak-anak yang hidup berkecukupan,mereka kalah karena nasib yang tidak berpihak pada mereka. Mereka pun ingin merasakan pendidikan yang layak seperti anak-anak lainya,namun kembali pada keterbatasan ekonomi mereka yang terbatas,jangankan untuk sekolah,untuk makan saja mereka harus berjuang keras demi kelangsungan hidup mereka.

            Saat kita melintas di jalanan ibukota,kita sering melihat sekelompok anak jalanan yang sedang "bekerja" di siang hari di tengah teriknya matahari dan dengan sendirinya biasanya kita secara otomatis terketuk pintu hati kita,untuk menyisihkan sejumlah rizki kita,untuk di berikan kepada salah satu dari mereka, maka tahukan anda bahwa sejumlah uang yang kita sedekahkan tadi merupakan nyawa untuk mereka sehingga mereka bisa bertahan hidup sampai saat ini. Mereka yang hidup dari belas kasih orang lain,mempunyai hak yang sama seperti kita layaknya hidup normal tanpa di bedakan status karena pada dasarnya di mata Tuhan manusia itu sama. Pernahkah kita sedikit berfikir bagaimana kalau kita yang berada di pihak mereka,maka hendaklah kita bersyukur dengan notabennya kebutuhan sehari-hari kita cukup tidak lebih dan kekurangan.
            Sesungguhnya anak jalanan itu di atur dalam UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi Fakir Miskin dan anak - anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 tersebut mempunyai makna bahwa gepeng dan anak - anak jalanandipelihara atau diberdayakan oleh negara yang dilaksanakan oleh pemerintah. Fakir ialah orang yang tidak berdaya karena tidak mempunyai pekerjaan apalagi penghasilan, dan juga mereka tidak mempunyai sanak saudara di bumi ini. Miskin ialah orang yang sudah memiliki penghasilan tapi tidak mencukupi pengeluaran kebutuhan mereka, tapi mereka masih mempunyai keluarga yang sekiranya masih mampu membantu mereka yang miskin. Jadi Fakir miskin dapat dikatakan orang yang harus kita bantu kehidupannya dan pemerintahlah yang seharusnya lebih peka akan keberadaan mereka.
           Namun kenyataan yang didapat berbeda dari semua itu, Ironis memang, masih banyak gepeng dan anak jalanan yang berada di jalan dan meningkat setiap tahunnya, bahkan mereka menjadi bisnis baru dari pihak - pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini harusnya menjadi tamparan bagi pemerintah yang mengempanyekan menekan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, dan tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yaitu Fakir Miskin dan anak - anak terlantar dipelihara oleh negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar